
Landasan Hukum Pajak Karbon
Anda sering mendengar pajak karbon? Terdapat dua landasan hukum yang mengatur pajak karbon di Indonesia. Yang pertama adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 terkait dengan harmonisasi peraturan perpajakan. Kemudian yang kedua adalah dari Perpres 98 Tahun 2021, tentang Nilai Ekonomi Karbon.
Dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 Pasal 13 yang perlu digaris bawahi adalah bahwa sebenarnya pajak karbon di Indonesia akan dikenakan atas emisi karbon yang berdampak negatif bagi lingkungan. Arah pengenaan pajak karbon ini tentunya akan disesuaikan dengan peta jalan perdagangan karbon atau peta jalan pasar karbon yang didalamnya memuat tentang strategi penurunan emisi, kemudian juga sektor-sektor mana yang nanti akan diprioritaskan untuk diterapkan, lalu bagaimana keselarasannya dengan energi baru atau terbarukan maupun dengan kebijakan lainnya.
Prinsip pajak karbon yaitu adil, terjangkau, dan bertahap. Sebenarnya yang cukup penting untuk diingat, bahwa tarif pajak karbon dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2021 itu sebesar Rp30,00 per kilogram CO₂ ekuivalennya, atau ditetapkan lebih tinggi, atau bisa sama dengan harga karbon yang ada di pasar karbon. Tetapi tarif terendahnya ada di angka Rp30,00 per kilogram CO₂-nya.
Terkait dengan pemanfaatan dari penerimaan pajak karbon, mekanismenya melalui APBN, yang pada akhirnya nanti digunakan untuk mitigasi dan juga adaptasi perubahan iklim, atau misalnya bantuan sosial, subsidi energi terbarukan, dan lain sebagainya.
Selain itu, terdapat ketentuan bahwa wajib pajak yang dimiliki oleh pelaku usaha dan berpartisipasi dalam kegiatan perdagangan karbon dapat diberikan pengurangan pajak karbon. Dalam hal ini terlihat adanya integrasi, yang masuk dalam empat tipe pajak karbon di Indonesia. Kemudian yang terakhir, sebagaimana yang diketahui sebenarnya pajak karbon mulai diberlakukan pada 1 April 2022, hanya saja mengalami penundaan hingga sekarang. Apabila pajak karbon mulai diberlakukan, kemungkinan pertama yang akan dikenakan adalah PLTU dengan skema cap and tax atau cap and trade and tax, karena skema cap and trade itu sudah mulai berlaku di PLTU.
Landasan hukum yang kedua adalah Perpres 98 Tahun 2021. Dalam peraturan ini yang ditekankan pada Pasal 58 adalah bahwa pungutan atas karbon bisa berupa pungutan negara yang memang sudah ada, misalnya untuk pajak kendaraan bermotor atau pajak bahan bakar, atau misalnya pungutan lain yang nantinya akan diterapkan. Jadi untuk indikasinya sebenarnya sudah terlihat bahwa hal ini akan diintegrasikan dengan pajak lain yang sudah ada atau contoh dengan yang dijelaskan di atas, berdasarkan Undang-Undang No. 7 Tahun 2021, dengan mekanisme perdagangan karbon lainnya.
Mudah-mudahan sekarang pengetahuan Anda sekarang sudah bertambah mengenai pajak karbon dari artikel ini. Tahukah Anda bahwa semua kegiatan pengelolaan karbon dimulai dari perhitungannya. Actia Carbon adalah sebuah aktivitas dan startup yang menyediakan platform perhitungan gas rumah kaca dan pendampingan program penurunan emisi gas rumah kaca perusahaan. Didukung oleh tenaga ahli yang berpengalaman sebagai verifikator, kalkulasi GRK perusahaan anda akan semakin akurat dan diakui secara internasional.
Average Rating